Jika kamu menganggap bahwa pertanyaan untuk penulis yang paling penting adalah tentang bagaimana menjadi terkenal dan kaya, atau bagaimana menjadi penulis best seller, kamu salah. Justru pertanyaan paling esensial dalam kehidupan penulis yang akan mengubah cara berpikirmu sama sekali tidak terkait dengan hal semacam itu.
Pertanyaan yang tepat dan diajukan pada orang yang tepat, akan menghasilkan jawaban yang luar biasa. Kamu tidak hanya akan melihat jawaban seperti ini dengan kualitas kata-kata saja, namun jauh daripada itu, juga sangat berpengaruh dalam emosi dan mental.
Sebagai penulis, kamu sering menemukan pertanyaan tentang buku, tentang menulis dan menghasilkan karya, tentang mencari ide dan lain sebagainya. Namun, hanya sedikit orang yang akan mengajukan padamu pertanyaan yang ternyata memiliki pengaruh lebih kuat bahkan untuk diri kamu sendiri.
Nah, kali ini saya akan mengajak kamu untuk membahas 7 pertanyaan yang bagi saya adalah yang paling kuat mempengaruhi pikiran seorang penulis.
Apa saja pertanyaannya dan mengapa ini penting?
Mari simak penjelasannya berikut ini.
Kamu punya kisah hidup menarik untuk ditulis menjadi buku tapi bingung cara menulisnya?
Memahami Kekuatan Pertanyaan Untuk Penulis yang Paling Menentukan

Pertanyaan-pertanyaan ini secara khusus ditujukan untuk diri kamu sendiri, dan kamu sendirilah yang harus menjawabnya. Ini sama sekali bukan seperti pertanyaan bagaimana caranya JK. Rowling menjadi penulis miliarder pertama di dunia dan berhasil menjual 200 juta kopian buku Harry Potter-nya.
“Bagaimana saya bisa mendapatkan uang dan hidup dengan hasil dari menulis?”
“Bagaimana saya bisa punya buku dan terkenal lalu di puja-puja banyak orang?
Atau,
“Bagaimana caranya supaya saya bisa menjadi seorang penulis best seller dan kaya raya?”
Jika pertanyaan-pertanyaan semacam itu yang mendominasi benakmu selama ini dalam menulis, kamu harus mengubahnya mulai sekarang.
Pertanyaan tentang menulis permulaan seperti itu hanya akan membawa kamu pada tips and trick, pada cara dan strategi, alih-alih menyentuh sisi terdalam dari sanubarimu dalam menulis.
Pertanyaan yang tidak kuat hanya akan memberikan jawaban yang juga mengambang. Untuk dapat menampilkan performa terbaikmu sebagai penulis yang berenang dalam kata tanpa pernah merasa lelah melakukannya, kamu butuh pertanyaan yang jauh lebih berbobot untuk kamu tanyakan pada dirimu sendiri.
Dengan mengajukan pertanyaan yang kuat dan tepat, kamu tidak hanya akan mencari tips dan trick sebagai cara, tapi juga menyadari motivasi sebagai sebuah pendorong yang menentukan. Pertanyaan seperti layaknya kartu pertama dalam bangunan domino yang jika kamu menyentuhnya, akan membuat semua bangunan lainnya menjadi bergoyang dan runtuh.
Hal ini sama sekali tidak buruk bagi seorang penulis. Bahkan jika kamu mampu menjawabnya dengan jujur, ini adalah trigger yang akan mengubah mindset-mu tentang dunia menulis.
Kamu mungkin kadang menemukannya dalam contoh pertanyaan bedah buku yang menarik, tapi efeknya tidak akan pernah sekuat ketika kamu mengajukannya untuk diri kamu sendiri.
Jadi, apa kira-kira daftar pertanyaan untuk penulis yang demikian powerfull itu?
Berikut beberapa di antaranya.
1. Pertanyaan Pertama: Mengapa Kamu Menulis?

“Menulis terlalu rendah nilainya jika hanya karena kamu ingin dikagumi”
A Wan Bong
Nah, ini adalah pertanyaan paling kuat yang pertama untuk kamu tanyakan kepada diri kamu sendiri.
“Mengapa kamu menulis?”
“Apa yang mendorongmu untuk menulis?”
“Apa alasan terbesarmu sehingga memutuskan untuk menulis?”
Mengetahui apa alasan paling besar mengapa kamu menulis adalah motivasi paling kuat yang akan mentenagaimu untuk terus menulis dan menulis.
Alasan mengapa seseorang menulis bukan hanya pertanyaan untuk penulis pemula yang kritis, namun juga dapat menjadi pertanyaan reborn dari penulis berpengalaman yang mungkin merasa kehilangan momentum kepenulisan.
Penulis mana pun membutuhkan alasan yang kuat untuk menulis dan terus berkarya didalamnya. Memiliki banyak uang dan menjadi kaya tentu dapat saja menjadi motivasi untuk menulis, tapi itu bukan alasan cukup kuat untuk menjadi seorang penulis.
Jika kamu menulis supaya kamu terkenal, kamu kaya dan memiliki banyak uang, terlihat pintar, diingat orang setelah kamu mati, dikagumi, dan lain semacamnya, mungkin itu bukanlah motivasi yang tepat. Orang-orang biasa beralasan dengan hal seperti ini. Namun sejujurnya, itu tidak cukup kuat untuk menjadi alasan terbesar untuk menjadi seorang penulis.

Temukan Alasan yang Kuat Mengapa Kamu Menulis
Penulis yang terbaik jarang menulis lantaran termotivasi kekayaan dan uang. Pada banyak kasus, para penulis hebat itu menulis karena ingin terhubung dengan orang lain dengan tulisan mereka. Ada sesuatu yang mereka perlu ungkapkan, gambarkan, hamparkan dan jelaskan melalui rangkaian kata-kata di atas kertas dan tinta.
Intinya, menulis terlalu rendah nilainya jika hanya karena kamu ingin dikagumi.
Jadi, pertanyaan untuk penulis buku yang layak untuk kamu ajukan pada diri sendiri yang pertama adalah; “Mengapa kamu menulis?”
Apakah kamu hanya ingin dikagumi, dielu-elukan, dibicarakan, diingat ketika sudah mati, atau apa?
Atau, apakah kamu ingin terhubung dengan orang lain? Atau kamu memang harus mengkomunikasikan pemikiranmu yang penuh dengan cerita dan kisah?
Jika kamu mampu menanyakan hal ini kepada diri kamu sendiri kemudian menjawabnya pula dengan jujur, kamu akan menemukan hal yang luar biasa muncul dari dalam dirimu. Ini dapat menjadi kekuatan yang akan mematahkan writer’s block, kemalasan dan apa pun alasan yang membuat kamu tidak ingin menulis.
Sekali lagi, temukan alasan terkuat mengapa kamu menulis dengan mengajukan pertanyaan yang sederhana pada dirimu sendiri; Mengapa kamu menulis?
2. Pertanyaan Kedua: Untuk Siapa Kamu Menulis?

“Jika kamu menulis untuk orang lain dan mereka tidak menyukai apa yang kamu tuliskan, kamu akan kecewa. Jika kamu menulis untuk pembaca dan pembaca tidak mengapreasiasi tulisanmu, kamu juga akan kecewa. Tapi jika kamu menulis untuk dirimu sendiri, tidak ada yang bisa mendikte perasaanmu dengan apa pun penerimaan mereka”
A Wan Bong
Ketika saya menulis novel Islamedina yang tebalnya hingga 750 halaman dengan total sekitar 100.000 kata, saya membutuhkan waktu 4 tahun untuk bisa menyelesaikannya.
4 tahun?
Ya, benar 4 tahun lamanya hingga novel itu baru bisa saya selesaikan.
Padahal, jika kamu pernah membaca buku saya yang lain seperti Mahkota Himalaya, Dewi Gunung, Dunia Batas Langit atau yang lainnya, kamu akan menemukan bahwa saya membutuhkan waktu beberapa bulan saja untuk menulis buku setebal 400 – 500 halaman.
Apa yang terjadi? Mengapa saya bisa menyelesaikan novel Islamedina dalam waktu yang demikian lama?
Ada banyak alasan yang bisa saya sampaikan untuk menjawab pertanyaan untuk sang penulis seperti itu. Namun, esensi yang sangat krusial juga dalam hal ini adalah ketika saya justru mengajukan pertanyaan balik ke diri saya sendiri, yakni; “Untuk siapa sebenarnya saya menulis? Buat siapa saya menuliskan novel Islamedina ini?”
“Untuk Islamedina kah? Puteri saya yang sudah berpulang ke surga itu tepat diusianya yang ke-29 bulan?”
“Untuk isteri saya kah? Ibunda Islamedina yang demikian terpukul kehilangan permata hatinya?”
“Untuk saudara-saudara, nenek, teman-teman, kerabat, kenangan, moment kebersamaan dengan Medina kah semua itu saya lakukan?”
Saya mengajukan pertanyaan itu ke dalam hati saya yang terdalam dan menemukan jawabannya bahwa bukan untuk itu semua saya membiarkan isakan saya di tengah malam membangunkan isteri saya yang sedang tidur.
Bukan untuk itu semua saya merelakan malam-malam saya bertarung dengan perasaan dan kerinduan yang perih ketika saya mengoreskan kata demi kata menyelesaikan penulisan novel Islamedina.
Pada hakikatnya, pertanyaan tentang penulisan kata mengenai untuk siapa sebenarnya saya menulis kisah Islamedina ini menemukan jawabannya pada diri saya sendiri. Untuk saya sendirilah saya menulisnya.

Menulislah untuk Diri Sendiri
Saya tidak bisa menahan usia saya yang kian tua dan kelabu. Saya juga tidak dapat menahan bahwa kenangan tentang Islamedina di benak orang-orang yang pernah dekat dengannya, yang juga akan mengabur ditelan masa. Bahkan pada diri saya sendiri, kenangan itu pun akhirnya akan menjadi renta, pikun dan menghilang tak bersisa.
Saya ingin kenangan itu abadi bagi saya dan bagi siapa pun yang membaca kisahnya.
Jadi, saya memang harus menyelesaikan novel biografi Islamedina itu, bagaimana pun sulitnya. Novel itu bukan untuk orang lain, tapi untuk saya. Saya menulisnya bukan untuk orang lain, namun untuk diri saya sendiri.
Setelah pertanyaan tentang buku Islamedina dan untuk siapa saya menulis itu terjawab, saya akhirnya berhasil menyelesaikan buku tersebut dan tersenyum lega dan bahagia setelahnya. Dan sekarang, ketika para pembaca menangis menyusuri kata demi kata cerita meninggalnya Medina, saya justru bernapas lega karena telah berhasil menyelesaikan menulis cerita itu.
Jadi, dari sekelumit kisah ini kamu dapat merefleksikan pula pada penulisanmu. Tanyalah kepada diri kamu sendiri untuk siapa sebenarnya kamu menulis?
3. Pertanyaan Ketiga: Bagaimana Kamu Dapat Mengubah Orang Lain dengan Tulisanmu?

“Manusia tidak bisa mengubah manusia lainnya, bahkan seorang penulis sekali pun. Kamu hanya bisa menunjukkan sebuah gambaran perubahan, bukan memaksanya kepada orang lain”
A Wan Bong
Kaya dari menulis tentu adalah sebuah pencapaian hebat.
Menjadi terkenal, banyak uang, dikagumi dan dielu-elukan dalam penulisan, juga bukan hal yang buruk. Itu adalah pencapaian yang layak untuk kamu rayakan.
Meskipun demikian, menggunakan pertanyaan talkshow penulis buku yang kurang tepat seperti:
“Bagaimana saya bisa menciptakan karya sastra yang best seller dan menjadi kaya?”
“Bagaimana supaya saya bisa menjual ratusan buku dengan cara A, B, C dan D?”
“Atau apa yang harus dilakukan supaya buku saya laris manis?”
Semua itu jelas bukanlah jenis pertanyaan yang inspiratif.
Akan tetapi, pertanyaan yang bisa kamu ajukan untuk diri kamu sendiri mengenai persoalan ini adalah; “Bagaimana kamu bisa mengubah orang lain, persepsi mereka, pemikiran mereka, dan ketidakpahaman mereka selama ini, melalui kata-kata dan cerita yang kamu tuliskan?”
Jika kamu mampu menemukan jawaban ini dengan tepat dan efektif, kamu tidak perlu lagi khawatir dengan pertanyaan sebelumnya mengenai uang dan kekayaan. Ketika kamu sudah berhasil mengubah persepsi dan sudut pandang pemikiran orang lain melalui tulisan kamu, mereka rela membayar berapa pun yang kamu minta untuk tulisan-tulisan kamu selanjutnya.
Jadi, poin terpenting dari pertanyaan untuk penulis selanjutnya adalah bagaimana kamu bisa mengubah orang lain dalam bentuk persepsi, anggapan, pola pikir dan sudut pandang pembaca melalui tulisan dan cerita yang kamu sampaikan?
4. Pertanyaan Keempat: Apa yang Bisa Kamu Tulis dan Tidak Bisa Orang Lain Lakukan?

“Tidak ada salahnya dengan terinspirasi pada tulisan orang lain. Akan tetapi, kamu hanya akan menjadi istimewa jika kamu menulis dengan gayamu sendiri”
A Wan Bong
Pertanyaan tentang menulis kreatif selanjutnya yang juga penting untuk kamu tanyakan kepada dirimu sendiri adalah; “Apa yang harus saya tuliskan dimana orang lain tidak bisa menuliskannya sebaik saya?”
Pertanyaan ini adalah untuk memancing dan menggali potensi unikmu sebagai seorang penulis.
Kamu mungkin akan sulit menemukan cerita yang benar-benar original dan asli di zaman digital seperti saat ini. Namun, ketika kamu mampu memberi warna kamu sendiri dalam setiap karya-karya yang kamu tuliskan, maka kamu sudah cukup berhasil.
“Apa yang membuat tulisanmu demikian unik dan berbeda dari yang lain?”
“Mengapa orang lain tidak bisa menuliskan buku seperti ini dan hanya kamu yang bisa melakukannya?”
Jika kamu mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini secara jujur dan nyata, kamu akan menemukan hal yang istimewa dalam dirimu sendiri.
Jika kamu mampu menulis dengan ciri khas yang unik, yang berbeda dengan apa yang ada di pasaran, sesuatu yang ternyata orang lain sukai, maka para pembaca akan membeli apa pun yang kamu tawarkan kepada mereka.
Intinya adalah pertanyaan ini mampu memberi stimulan dalam dirimu sendiri untuk menemukan gaya menulis yang paling istimewa dari dirimu.
5. Pertanyaan Kelima: Bagaimana Kamu Menjiwai Penulisan-penulisan Ceritamu?

“Mungkin ini tidak benar, tapi berapa banyak penulis yang menuangkan diri mereka sendiri dalam karakter yang mereka ciptakan?”
A Wan Bong
Setelah pertanyaan tentang gaya penulisan berita dan cerita yang unik dari dirimu sendiri, kamu dapat beralih pada pertanyaan selanjutnya yakni; “Bagaimana kamu bisa terhubung secara emosional dengan cerita-cerita yang kamu tuliskan?”
Kamu tahu, banyak para penulis yang meletakkan karakter mereka sendiri dalam tokoh-tokoh yang mereka tuliskan. Ini adalah semacam refleksi emosional kepribadian sang penulis dalam tokoh (hampir 100% protagonis) dalam cerita yang mereka buat.
Penjiwaan dalam penulisan cerpen, novel dan karya sastra jenis apa pun, adalah sesuatu yang substansial dan penting.
Seorang penulis dengan penjiwaan yang kuat kadang memiliki ikatan emosi yang demikian kuat dengan cerita mereka. Mereka menjadi cerminan dari cerita yang mereka tuliskan, dan cerita yang mereka hasilkan laksana cerminan pula bagi diri mereka sendiri.
Apa contohnya?
Karya sastra klasik yang paling layak untuk mewakili hal ini adalah buku-bukunya Hamka.
Kamu pasti sudah tidak asing dengan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wick, Di Bawah Lindungan Ka’bah, Merantau ke Deli, Terusir dan yang lainnya, bukan? Itu adalah mahakarya sang pengarang yang menjadi salah satu sastrawan terbaik di Indonesia.
Jika kamu pernah membaca buku-buku tersebut, kamu akan tahu betapa kuat rasanya penjiwaan yang Hamka miliki saat menulis karya-karyanya. Sosok seperti Zainuddin seakan adalah jelmaan dari karakter Hamka sendiri.
Kita bisa berbeda pendapat tentang ini. Namun, sebagai penulis yang banyak terinspirasi dari karya-karya Hamka, saya mendukung pernyataan bahwa hampir semua karyanya memiliki penjiwaan yang luar biasa.
6. Pertanyaan Keenam: Bagaimana Kamu Bisa Menjalani Kehidupan Semenarik yang Kamu Ceritakan?

“Seni dalam menulis adalah seperti menemukan apa yang kamu percayai dan kamu hidup dengan kepercayaan itu”
Gustave Flaubert
Ini menarik, karena tidak semua penulis mampu melakukannya. Bahkan para penulis buku best seller pun tidak cukup banyak merefleksikan ini dalam kehidupan mereka. Setidaknya secara terang-terangan.
Namun, penulis-penulis terhebat kadang menjalani kehidupan sama menariknya dengan kisah-kisah yang mereka ceritakan. Orang-orang seperti Charles Bukowski, Leo Tolstoy, JK. Rowling, Carl Jung dan Robert Frost, memiliki kisah hidup yang menarik.
Bahkan di Indonesia, kamu juga bisa menemukan hal yang sama dalam diri penulis Hamka, orang yang saya jadikan contoh dalam pertanyaan untuk penulis yang kelima. Hamka memiliki kisah hidup yang menarik, penuh prestasi, penuh perjuangan, penuh prinsip yang membara dan juga pertentangan yang tak terkira.
Nah, kamu sekarang tiba pada pertanyaan untuk penulis yang keenam;
“Mampukah dan maukah kamu menjalani kehidupan yang menarik, semenarik kisah-kisah yang kamu ceritakan dalam novel dan roman itu?”
Semua orang memiliki kisah hidup yang unik dan menarik, namun hanya penulis yang mampu membuatnya menjadi lebih istimewa untuk dicerna. Kamu tidak harus nekat menjalani kehidupan yang ekstrim dan nyeleneh sebagai penulis, tapi pengalaman akan berbicara cukup kuat dalam karya-karyamu dengan sendirinya.
Tulisan terbaik datang dari pengalaman.
Dan tentu saja, sumber daya terbesar yang kamu miliki sebagai seorang penulis adalah pengalamanmu sendiri. Pengalaman adalah lautan yang bisa kamu ubah menjadi mahakarya istimewa.
7. Pertanyaan Ketujuh: Bagaimana Jika Tidak Seorang pun Menyukai Tulisanmu?

“Jika tidak ada seorang pun yang memberikan apresiasi terhadap tulisanmu, apakah kamu akan terus menulis?”
A Wan Bong
Sekarang, setelah kamu mempelajari banyak hal tentang tips dan teknis menulis, tentang mengatasi writer’s block dan membuat opening cerpen. Lalu, bagaimana seandainya jika tidak ada satu orang pun yang menyukai hasil karyamu?
Apa yang akan kamu lakukan?
Apakah kamu akan terus menulis ataukah kamu akan berhenti dan alih profesi?
Pertanyaan terakhir untuk penulis ini akan secara tidak langsung mengembalikan kamu pada pertanyaan pertama dan keduan; “Mengapa kamu menulis dan untuk siapa kamu menulis?”
Jika kamu tidak mendapatkan alasan yang kuat untuk menulis dan tidak pula memiliki tujuan yang jelas untuk apa kamu menulis, kamu bisa goyah pada pertanyaan yang terakhir ini. Tidak ada yang menyukai tulisanmu, buat apa kamu melakukannya lagi?
Kamu tidak akan terkenal, tidak akan dikagumi, tidak akan kaya raya dan mandi uang dengan menulis. Jadi, mengapa harus diteruskan?
Akan tetapi jika kamu menulis untuk berbagi, untuk terhubung dengan orang-orang, untuk membiarkan akalmu tetap hidup dan bersyukur dengan kreasi imajinasi, mungkin kamu akan tetap menulis.
Bagaimana pun pedihnya, bagaimana pun buruknya, setiap tulisan paling tidak akan berpengaruh bagi seseorang di dunia yang luas ini. Begitu juga dengan tulisanmu.
Tingkatkan skill menulismu
Yuk, gabung di Kelas Menulis Online Penulis Gunung dan keterampilan menulismu akan naik satu level

Anton Sujarwo
Saya adalah seorang penulis buku, content writer, ghost writer, copywriters dan juga email marketer. Saya telah menulis 14 judul buku, fiksi dan non fiksi, dan ribuan artikel sejak pertengahan tahun 2018 hingga sekarang.
Dengan pengalaman yang saya miliki, Anda bisa mengajak saya untuk bekerjasama dan menghasilkan karya. Jangan ragu untuk menghubungi saya melalui email, form kontak atau mendapatkan update tulisan saya dengan bergabung mengikuti blog ini bersama ribuan teman yang lainnya.
Tulisan saya yang lain dapat dibaca pula pada website;
Saya juga dapat dihubungi melalui whatsapp di tautan ini.
Fortopolio beberapa penulisan saya dapat dilihat disini:
3 thoughts on “7 Pertanyaan untuk Penulis yang Paling Penting”
Comments are closed.